Minggu, 05 Juli 2009

Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB)

Gangguan Pendengaran Akibat Bising /GPAB
(Noise Induced Hearing Loss / NIHL )

TEORI
Gangguan pendengaran akibat bising adalah Penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.
Bising berpengaruh terhadap masyarakat terutama masyarakat pekerja yang terpajan bising, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan pendengaran, gangguan fisiologi lain serta gangguan psikologi. Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan. Gangguan psikologi dapat berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan .

Upaya peningkatan kualitas hidup penderita diterapkan tidak hanya mencoba meningkatkan fungsi pendengaran dengan berbagai cara dan alat serta evaluasinya tetapi juga mencakup peningkatan kemampuan berkomunikasi dengan cara-cara yang lain seperti latihan membaca bibir dan lainnya. Dalam hal ini perlu dilakukan suatu upaya penilaian kemampuan berkomunikasi yang komprehensip. Kemudian penetapan bentuk pelatihan berkomunikasi untuk mengatasi pandangan buruk umum yang dialami oleh penderita gangguan pendengaran serta orientasi penggunaan alat Bantu dengar, pelatihan fungsi pendengaran, latihan membaca bibir dan berkomunikasi melalui alat telekomunikasi seperti telepon
Untuk mengurangi angka terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB / NIHL) diperlukan usaha-usaha penanggulangan NIHL baik secara promotif, preventif, dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha tersebut diperlukan kerjasama yang terpadu dari baik masyarakat itu sendiri, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah dalam hal ini institusi kesehatan.
Masyarakat melalui para kader perlu dilibatkan secara aktif dan inovatif terutama pada tingkat promotif. Lini kesehatan terdepan misalnya Puskesmas, Balai Kesehatan, dll memiliki peran yang besar baik di tingkat promotif, serta deteksi dini terjadinya NIHL.
Di lain pihak jumlah spesialis THT di Indonesia berjumlah 700 orang. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih kurang 214,1 juta jiwa, tentu jumlah tersebut masih sangat kurang. Untuk meningkatkan penanggulangan NIHL maka diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan NIHL oleh masyarakat bersama-sama kader dan tenaga kesehatan. Selain itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan di lini terdepan untuk mendiagnosis NIHL.


ANALISIS SITUASI
•Epidemiologi
Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35 % dari total populasi industri di Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa.

Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga untuk keperluan ganti rugi asuransi, ditemukan 85 % menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 % didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz.
Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising , dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun.
Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl.MH.Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk.

Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85 – 105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun.
Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9 – 108,2 dB.
•Purnama pada penelitian dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya mendapatkan 26 dari 32 pengemudi mengalami tuli akibat bising, 14 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap awal dan 12 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap lanjut. Rerata intensitas bising bajaj pada kelompok kasus tersebut adalah 101,42 dB dengan lama pajanan kerja 12,37 tahun dan 98,5 dB pada kelompok kontrol dengan lama pajanan kerja 8tahun.
Bashiruddin pada penelitian pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran mendapatkan rerata intensitas bising bajaj pada beberapa frekuensi adalah 90 dB dengan intensitas maksimum 98 dB dan serata akselerasi getar adalah 4,2 m/dt. Hal ini melebihi nilai ambang batas bising dan getaran yang diperkanankan.
Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi.



•Demografi

1.Gambaran populasi berdasarkan kelompok umur, kelompok pekerjaan, status sosial, dan status pendidikan.
Agar dapat secara efektif mengatasi NIHL, ada beberapa pertanyaan yang harus terlebih dahulu dicari jawabannya, antara lain :
2.Seberapa besar jumlah penderita NIHL di suatu daerah ?
3.Bagaimana proporsi penduduk didaerah tersebut ?
4.Bagaimana dengan tingkat pengetahuan penduduk didaerah tersebut ?
5.Untuk menurunkan prevalensi NIHL, perlu diketahui sarana dan SDM yang tersedia.
•Infrastuktur
Sumber Daya:
•Jumlah Dokter Spesialis THT
•Jumlah Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi
•Jumlah Dokter Perusahaan (Dokter Kesehatah Kerja)
•Jumlah Dokter Umum dan tenaga paramedis terlatih
•Jumlah Tenaga Swadaya Masyarakat (kader terlatih)
Sarana dan Fasilitas
•Rumah Sakit yang memiliki fasilitas diagnostik fungsi pendengaran (Audiometer)
•Puskesmas yang memiliki alat diagnostik fungsi pendengaran (Audiometer), corong telinga, otoskop/ senter, garputala).
•Target
Menurunkan 50% angka gangguan pendengaran akibat bising pada tahun 2010
•Indikator
oJumlah Dokter Umum yang dilatih
oJumlah paramedis yang dilatih
oJumlah kader/ guru yang dilatih
oFrekuensi kegiatan promosi yang dilakukan dalam periode tertentu
oJumlah pekerja terpajan bising yang diperiksa setiap tahun
oFrekuensi pemeriksaan pekerja terpajan bising
oJumlah pekerja terpajan bising yang dideteksi menderita NIHL
oJumlah kasus NIHL yang dilaporkan
ALTERNATIF PENANGGULANGAN
Program akan berhasil apabila tersosialisasi dengan baik, sehingga setiap orang yang terkait dengan upaya penanggulangan NIHL (masyarakat, pemerintah setempat, tenaga medis) dapat menjalankan perannya masing-masing setelah mengetahui masalah yang dihadapi serta tujuan yang hendak dicapai.
•Melakukan penyuluhan kepada kader, tokoh masyarakat serta masyarakat itu sendiri tentang NIHL mengenai pengertian, gejala, penyebab, dampak dan penatalaksanaan.
•Advokasi pada pemerintah setempat (PEMDA) untuk memfasilitasi serta menyediakan anggaran untuk memperbaiki maupun melengkapi infrastruktur.
•Melakukan pendekatan kepada pengusaha serta organisasi swadaya masyarakat untuk saling bekerja sama dalam menanggulangi masalah yang dihadapi pekerja / masyarakat yang terpajan bising.
•Melakukan analisis situasi, menetapkan tujuan serta evaluasi berkala.
•Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader untuk melakukan deteksi dini dan rujukan
•Pelatihan dokter kesehatan kerja untuk meningkatkan upaya deteksi dan intervensi dini.
PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INDERA PENDENGARAN
BERDASARKAN PENYEBAB NIHL

Pengertian :
Gangguan Pendengaran akibat bising/GPAB (Noise Induced Hearing Loss/ NIHL) adalah gangguan pendengaran akibat pajananan bising dalam waktu yang cukup lama, yang awalnya tidak disadari.
Tujuan
Menurunkan 50% angka NIHL pada tahun 2010
Kondisi saat ini:
a. Besaran Masalah:
•Angka kejadian Gangguan pendengaran akibat bising diperkirakan antara 20-30 % dari jumlah populasi pekerja di sektor formal yang berusia produktif (2,2 juta) = 700.000, kejadian gangguan pendengaran akibat bising di sektor informal belum diketahui.
•Diperkirakan bahwa Gakin Nasional adalah 17% x 214,1 juta = 36 juta.
b. Dampak ekonomi akibat ketulian karena Gangguan pendengaran akibat bising
•Apabila seorang penderita Gangguan pendengaran akibat bising kehilangan penghasilan sebesar Rp. 830.000 / bulan ( asumsi : upah minimum regional/ UMR), maka orang dengan gangguan pendengaran akan kehilangan 1/3 dari UMR (data 1/3 diperoleh dari pedoman diagnosis dan penilaian cacad karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional /DK3N 2003,hal.54).
• Bila penderita gangguan pendengaran pada pekerja sektor formal 700.000 maka secara ekonomis akan kehilangan penghasilan sebesar 700.000 x Rp.270.000 x 12 bln = 712,8 milyar rupiah per tahun.
•Alokasi dana yang harus diupayakan untuk gangguan pendengaran pada Gakin: 17% x 396 milyar = 121,17 milyar rupiah.
c. Berapakah kemampuan penanganan Gangguan pendengaran akibat bising di Kabupaten / Kota yang ada pada saat ini?

Secara Nasional jumlah kasus Gangguan pendengaran akibat bising belum diketahui dengan pasti.
Berkaitan dengan hal ini perlu diperhitungkan:

oKetenagaan (dokter spesialis THT khususnya di bidang telinga, dokter spesialis THT, dokter spesialis kedokteran okupasi, dokter perusahaan/kesehatan kerja, dokter umum terlatih, perawat terlatih, kader kesehatan dsb).
oSarana pelayanan yang tersedia (RS, BKIM, Puskesmas, kegiatan luar gedung/outreach services dll), termasuk peralatan untuk melakukan pemeriksaan pendengaran dengan audiometer
oSumber pembiayaan yang tersedia (APBN, APBD, Swasta dan LSM dsb).
oKomitment pengambil keputusan di Kabupaten/ Kota untuk mendukung program PGP Ketulian, termasuk peran lintas program dan lintas sektor.
oPeran Dinas Kesehatan sebagai koordinator pelayanan kesehatan, khususnya untuk program PGP Ketulian.
oPeran serta dan dukungan masyarakat.

Catatan : Apabila Kabupaten/Kota telah mempunyai nilai-nilai prevalensi, insidens tersendiri maka tidak lagi digunakan angka-angka nasional.

Kondisi yang diharapkan:
• Menurunkan angka kejadian gangguan pendengaran akibat bising pada tahun 2010.
• Meningkatkan kemampuan diagnostik gangguan pendengaran akibat bisingpada tahun 2010.
Proses Pencapaian :
Proses mencapai tujuan pada penanggulangan gangguan pendengaran akibat bising
Langkah 1 : Analisis masalah penanggulangan gangguan pendengaran akibat bising pada Kab/Kota
• Telah diketahui kemampuan SDM, sarana prasarana, sumber pendanaan, komitmen dan dukungan LP dan LS serta peran serta dan dukungan masyarakat
Berdasarkan data-data yang ada dapat diperkirakan kemampuan Kabupaten/ Kota untuk melaksanakan penanggulangan ketulian; memperhitungkan beban kerja operasional dan besarnya dana yang harus disediakan.




Tabel 1 (Contoh format): Analisis situasi: diisi sesuai dengan kondisi Kabupaten/ Kota
INPUT SAAT INI YANG DIBUTUHKAN KESENJANGAN
Tenaga
• Dr. umum
• Dr. umum terlatih
• Dr. Spesialis THT
• Dr Spesialis Kedokteran Okupasi
• Dr Perusahaan
• Audiologis
• Audiometris
• Perawat terlatih
• Kader terlatih
• Penanggung Jawab program Usila-PGPKetulian
• Penanggung Jawab program PGPKetulian
• Dll



Sarana
• Puskesmas PGPKetulian
• Puskesmas DTP-PGPKetulian
• RSUD-PGPKetulian
• RS Swasta-PGPKetulian
• Outreach Services –PGPKetulian



Peralatan
• Diagnostik set
• Otoskop
• Garpu tala
• Audiometer nada murni



Dana
• APBN
• APBD
• BLN
• Swasta/ Industri
• LSM



Sistem Yankes Fokus pd Indera Pendengaran



Peranan Dinas Kesehatan



Integrasi ke Program terkait



Koordinasi LS



Peran Serta Masyarakat



Penggalangan Kemitraan



Komitmen Pengambil Keputusan



Langkah 2. Menetapkan apa yang akan dicapai dan tujuan
Mengacu dari hasil analisis situasi pada langkah 1, maka dapat ditetapkan tujuan yang ingin dicapai:
• Meningkatkan % penanganan Gangguan pendengaran akibat bising menjadi 50% tahun 2010
• Meningkatkan jumlah tenaga kesehatan terlatih “PGP Ketulian”
• Meningkatkan pengembangan pelayanan kesehatan telinga komunitas
• Meningkatkan sarana pendukung pelayanan kesehatan Indera Pendengaran.
• Adanya dukungan dari pengambil keputusan, LP, LS, Swasta, LSM
• Teralokasi dukungan dana untuk PGP Ketulian.
• Meningkat Peran Serta Masyarakat.
Langkah 3. Menetapkan Prioritas, Strategi dan Rencana Kegiatan
Penetapan urutan prioritas didasarkan besaran masalah, ketersedian sumber daya, (tenaga, alat, sarana, dana), adanya dukungan pengambil keputusan dan mitra kerja.
Penetapan strategi dari masing urutan prioritas antara lain:
• Penguatan manajemen dan infrastruktur pelayanan
• Penguatan kualitas dan kuantitas SDM
• Meningkatkan advokasi dan komunikasi Lintas Program/Lintas Sektor (LP/LS)
• Membentuk Komite/Forum koordinasi
• Menggalang kemitraan
Penyusunan rencana kegiatan dengan meliputi:
• Rincian kegiatan
• Siapa yang melaksanakan
• Siapa sasaran dan jumlah
• Dimana dilaksanakan
• Kapan dilaksanakan
• Berapa Biaya

Tabel 2 (Contoh format): Strategi megatasi kesenjangan berdasarkan hasil Analisis
Situasi (tabel 1) Kabupaten/ Kota
INPUT SAAT INI YANG DIHARAP KAN YANG DIBUTUH
KAN STRATEGI
Tenaga
• Dr. umum
• Dr. umum terlatih
• Dr. Spesialis THT
• Dr. Spesialis Kedokteran Okupasi
• Dr Perusahaan
• Audiologis
• Audiometris
• Perawat terlatih
• Kader terlatih
• Penanggung Jawab program Usila-PGPKetulian
• Penanggung Jawab program PGPKetulian
• Dll




Sarana
• Puskesmas PGPKetulian
• Puskesmas DTP-PGPKetulian
• RSUD-PGPKetulian
• RS Swasta-PGPKetulian
• Outreach Services –PGPKetulian




Peralatan
• Diagnostik set
• Otoskop
• Garpu tala
• Audiometer nada murni




Dana
• APBN
• APBD
• BLN
• Swasta/ Industri
• LSM




Sistem Yankes Fokus pd Indera Pendengaran




Peranan Dinas Kesehatan




Integrasi ke Program terkait




Koordinasi LS




Peran Serta Masyarakat




Penggalangan Kemitraan




Komitmen Pengambil Keputusan







Langkah 4. Pelaksanaan dan Pemantauan
Ada 3 (tiga) komponen penting dalam pelaksanaan implementasi agar mencapai keberhasilan yaitu :

4.1. Perencanaan
• Pembentukan Forum
• Rapat koordinasi
• Perencanaan (kegiatan, anggaran, lokasi, jadwal)
• Koordinasi LP/LS
• Perencanaan pelatihan
4.2. Pelaksanaan
• Persiapan pra kegiatan
• Pertemuan berkala
• Sosialisasi/promosi program
• Kemitraan
• Pelatihan
• Pelaksanaan kegiatan
• Penjaringan kasus
• Pelayanan luar gedung
• Bimbingan teknis
4.3.Pemantauan
Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui tercapai/ tidaknya tujuan baik kuantitas maupun kualitas antara lain:
• Pemantauan kegiatan
• Kegiatan tindak lanjut
• Pembuatan dan pengiriman laporan
• Pemantauan terhadap sistem informasi secara stastistik: harian/mingguan, bulanan, triwulan atau tahunan
• Pemantauan terhadap penggunaan data statistik.
Langkah 5 : Evaluasi

Evaluasi dilakukan terhadap:
• Input
• Proses
• Output
Tabel 3. (contoh format): Evaluasi terhadap input, proses dan output untuk rencana selanjutnya dalam rangka mengatasi kesenjangan Kabupaten/ Kota
INPUT PROSES OUTPUT
Tenaga :
• % dokter terlatih
• % dokter kesehatan kerja
• % perawat terlatih
• % kader terlatih • Pelatihan
• Pertemuan Koordinasi
• Adanya promosi melalui mass media
• Adanya kemampuan masy. utk membayar Yankes
Cakupan
• Jumlah temuan kasus NIHL
• Jumlah kasus NIHL yang dikonservasi
Sarana :
• % Puskesmas yang melaksanakan deteksi dan tatalaksana kasus NIHL
• % RS yAng menerima rujukan dari Pusk.
Peralatan :
• % Puskesmas yang mempunyai alat dan media utk deteksi dini dan tatalaksana kasus NIHL
• % RS/ /BIMM yang menerima rujukan dari Puskesmas
Dana :
% peningkatan Dana untuk Program Penanggulangan kasus NIHL
Komitmen


Daftar Pustaka

• Tedjo Oedono R M. Penatalaksanaan Penyakit Akibat Lingkungan Kerja Di bidang THT. KONAS PERHATI VII, .Malang 1996 : 91 –111.
• Alberty PW. Occupational hearing Loss. In : Balenger JJ ed.Disease of The Ear Nose and Throat. Head Neck Surgery, 14 th Ed. Philadelphia. WB Saunders. 1991 : 1053 – 66.
• Hutchinson KM, Alessio HM, Spadafore M. Effect of Low Intensity Exercise and Noise Exposure on Temporary Threshold Shift. Scandinavia Audiology 1991 ; 20 : 121 – 7.
• Borg E, Canlon B, Engstrom B. Noise Induced Hearing Loss. Literature review and experiments in rabbits. Scandinavian Audiology Supplement 40. 1995; 24 : 9-46
• Dobie RA. Noise Induced Hearing Loss In : Bailey BJ, ed. Head and Neck Surgery Otolaryngology, Vol 2. Philadelphia, JB Lippin Cot Co. 1993 : 1782 – 91.
• Pickles JO. Physiology of The Ear. In : Kerr AG, ed. Basic Sciences. Scott Browns Otolaryngology 5 th ed. London. Butter worths. 1991 : 47 – 77.
• Alberty PW. Noise & The Ear. In :Kerr AG ed. Adult Audiology, Scott Browns Otolaryngology 5th ed. London Butterworths 1991 : 594 – 641.
• Sutirto I, Bashiruddin J. Tuli akibat bising dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok . Edisi ke 5. Jakarta Balai Penerbit FKUI 2001 : 37 – 39.
• Niland J,Zenz C. Occupational hearing loss. Noise and Hearing Conservation. In Occupational Medicine 3 rd; ed. St Louis Mosby.1994: 258-96.
• Rampal KG, Noorhassim I. Auditory Disorders. In : Jeyaratman J, Koh D eds. Textbook of Occupational Medicine Practice. Singapore.World Scientific. 1996 : 272 – 298.
• Suma'mur PK. Kebisingan dalam Higne Perusahan dan Kesehatan Kerja ed 9. Jakarta 1993: 57-68
• Hendarmin H. Noise Induced Hearing Loss. Konas PERHATI II Jakarta ; 1971.p. 224 – 9.
• Hendarmin H, Hadjar E. Noise and Noise Polutions in Jakarta. Konas PERHATI II Jakarta ; 1971.p. 230 –43.
• Sundari. Hubungan pemajanan bising dengan ambang pendengaran tenaga kerja di Bagian Peleburan dan Pengontrolan Besi Baja PT B.D. Jakarta ;1994.
• Lusianawaty T. Gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga kerja di Perusahaan Plywood PT X, jawa Barat. Thesis, Jakarta ; 1998.
• Purnama H. Dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya. Skripsi. Jakarta ; 1997.
• Bashiruddin J, Pengaruh Bising dan Getaran pada Fungsi Keseimbangan dan Pedengaran, Disertasi, Jakarta 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar