Sabtu, 05 Desember 2009

ASKEP TUMOR PARU

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN


A. KONSEP DASAR
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain adenoma, hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik. Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau karsinoma bronkogenik.
1. Pengertian
Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson dan June Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel anaplastik dalam paru.
2. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan perana predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau ras serta status imunologis.
1. Pengaruh rokok.
2. Pengaruh paparan industri
3. Pengaruh adanya penyakit lain atau predisposisi oleh karena adanya penyakit lain.
4. Pengaruh genetik dan status imunologis.
3. Patofisiologi.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.
4. Gejala Klinis
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2 minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea, hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava superior syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2 – 5 tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah metastase ke daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien lansia dan pasien dengan kondisi penyakit lain, lama hidup mungkin lebih pendek.

5. Pentahapan Klinik (Clinical staging)
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : Tidak tampak tumor primer
T1 : Diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus T2 : Diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun berjarak lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.
T3 : Tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah dekat karina dan atau disetai efusi pleura.
2. N : N0 : Tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : Terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : Terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau kontralateral
N3 : Terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M : M0 : Tidak terdapat metastase jauh
M1 : Sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.







6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Chest x – ray ( pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi dada dan CT scanning.
2. Radioisotop scanning
3. Tes Laboratorium
a. Pengumpulan sputum untu sitologi, bronkoskopi dengan biopsi, hapusan dan perkutaneus biopsi
b. Mediastinoskopi

7. Manajemen Medis
1. Manajemen umum : terapi radiasi
2. Pembedahan : Lobektomi, pneumonektomi, dan reseksi.
3. Terapi obat : kemoterapi

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat :
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadpa lingkungan karsinogen, penyakit paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.
b. Pemeriksaan fisik pada pernapasan
Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis karena erosi kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak sedap akibat akumulasi sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat tumor, infeksi saluran pernapasan berulang, nyeri dada karena penekanan saraf pleural oleh tumor, efusi pleura bila tumor mengganggu dinding par, disfagia, edema daerah muka, leher dan lengan.
c. Nutrisi :
Kelemahan, berat badan menurun dan anoreksia
d. Psikososial :
Takut, cemas, tanda –tanda kehilangan.
e. Tanda vital
Penngkatan suhu tubuh, takipnea
f. Pemeriksaan diagnostik.

2. Diagnosa keperawatan
1. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi bronkial sekunder karena invasi tumor.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan dan dyspnea
4. Perasaan cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai tumor paru.


3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan P e r e n c a n a a n
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi bronkial sekunder karena invasi tumor.
Bersihan jalan napas akan paten dengan kriteria batuk hilang, suara napas bersih, x –ray bersih. 1. Auskultasi paru akan ronkii, rales atau mengi.

2. Monitor hasil sputum sitologi
3. Beri posisi optimal kepala tempat tidru ditinggikan.


4. Atur humifier oksigen

5. Bantu pasien dengan ambulasi atau ubah posisi
6. Anjurkan intake 1,5 – 2 L/hari kecuali kontraindikasi
7. Bantu pasien yang batuk Lihat adekuatnya pertukaran gas dan luasnya obstruksi jalan napas karena skeret.
Melihat adanya sel kanker
Sekret bergerak sesuai gravitasi sesuai perubaha posisi. Meninggikan kepala tempat tidur memungkinkan diafragma untuk brkontraksi
Mensuplay oksigen dan mengurangi kerja pernapasan
Sekret bergerak sesuai perubahan tubuh terhadap gravitasi
Mengencerkan sekret

Batuk mengeluarkan sekret yang menunmpuk
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru.
Mendemonstrasikan bebas nyeri dengan kriteria ekspresi wajah rileks, pengembangan paru optimal, menyatakan nyeri hilang 1. Beri analgesik dan evaluasi keefektifannya


2. Untuk meminimalkan nyeri dada pleural : Anjurkan untuk menahan dada dengan kedua tangan atau dengan bantal saat batuk, dorong pasien untuk berhenti merokok, dan berikan pelembab udara sesuai order dan obat antitusif

3. Untuk meminimalkan nyeri tulang : mmembalik hati - hati dan berikan dukungan, hindari menarik ekstremitas, berikan matras yang lembut, ubah posisi tiap 2 jam. Rasa nyaman merupakan prioritas dalam pemberian perawatan pasien demgam tumor. Kontrol rasa nyeri butuh narkotik dosis tinggi.
Napas dalam dan batuk kuat meregangkan membran pleura dan menimbulkan nyeri dada pleuritik. Nikotin dari tembakau bisa menyebabkan konstriksi bronkial dan menuruhkan gerakan silia yang melapisi saluran pernapasan. Anti batuk menekan pusat batuk di otak
Metastase ke tulang menyebabkan nyeri hebat. Pada banyak pasien bahkan sentuhan ringan dapat menimbjlkan rasa nyeri.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan dan dyspnea
Status nutrisi ditingkatkan dengan kriteria BB bertambah, makan sesuai diet seimbanmg, albumin, limfosit normal, lingkar lengan normal 1. Kaji diet harian dan kebutuhannya
2. Timbang BB tiap minggu
3. Kaji faktor psikologi


4. Moniitor albumin dan limfosit

5. Beri oksigen selama makan sesuai keperluan
6. Anjurkan oral care sebelum makan

7. Atur anti emetik sebelum makan

8. Berikan diet TKTP
9. Atur pemberian vitamin sesuai order Bantu menentukan diet individu
Sesuai penngkatan nutrisi.
Mengidentifikasi efek psikologis yang mempengaruhi menurunnya makan dan minum
Indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun
Mengurangi dyspnea denan mengurangi kerja paru
Menghilangkan rasa sputum yang bisa mengurangi napsu makan pasien
Mengurangi mual yang bisa mempengaruhi napsu makan
Mendukung sistem imun
Sebagai diet suplemen atau tambahan




4.


Aktivitas intolerans berhubungan dengan kelemahan secara umum.



Pasien mampu melakukan akvitas tanpa keleahan atau dyspnea dengan kriteria hasil mampu melakukan aktivitas hariannya.


1. Observasi respon terhadap aktivitas
2. Identifikasi faktor yang mempengaruhi intolerans seperti stres, efek samping obat
3. rencanakan periode istirahat di antara waktu bekerja
4. anjurkan untuk lakukan aktivitas sesuai kemampuan pasien
5. berikan program latihan aktivitas sesuai toleransi
6. Rencanakan bersama keluarga mengurangi energi yang berlebihan saat melakukan aktivitas harian



Melihat kemapuan beraktivitas
Intevensi dilaksanakan sesuai faktor yang mempengaruhi
Mengurangi kelelahan melalui isitirahat yang cukup
Menemukan pasien kebutuhannya ttanpa menyebabkan kelelahan
Meningkatkan independensi pasien sendiri
Identifikasi menyimpan energi .

BAB II
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 65 tahun
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : Lingkungan IV, Langkat.
Tanggal Masuk RS : 11 Agustus 2009
Nomor Register : 00.40.08.13

Penanggung Jawab Klien
Nama : Sarmiyah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan Keluarga : Istri
Alamat : Lingkungan IV, Langkat.

II. Status Kesehatan
1. Keluhan utama : Nyeri dada, sesak nafas, dan batuk.
2. Faktor pencetus : Nyeri dada dialami Px ± 2 tahun ini, nyeri bersifat hilang timbul, nyeri seperti tertusuk, nyeri bertanbah berat dalm satu bulan ini, nyeri bersifat terus menrus, menjalar ke lengan kanan dan punggung sebelah kanan.

III. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Palliative : Tumor paru disebabkan terinfeksi zat arsenic/pestisida.
2. Qualitative : Tumor Paru.
3. Region : Nyeri dada, sesak nafas, dan batuk.
4. Saverty : Keadaan umum tampak lemas.
5. Time : Hal ini terjadi dalam satu bulan ini

IV. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
1. Klien tidak pernah dirawat karena menderita penyakit yang serius, Klien tidak ada riwayat alergi, riwayat imunisasi tidak jelas, Klien ada riwayat kebiasaan merokok dan kebiasaan menggunakan pestisida tanpa memakai masker.

2. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas
Sehari-hari Sebelum Masuk
Rumah Sakit Sesudah Masuk
Rumah Sakit
Pola Nutrisi Makan 3 x sehari dengan nasi dan lauk Makan 3 x sehari dengan diet MB

Pola Eliminasi BAB 2 x sehari, konsistensi lembek, warna kuning tengguli BAB 2 x sehari, konsistensi lembek, warna kuning tengguli

BAK 3-4 x sehari, warna kuning jernih BAK 3 x sehari dengan warna kuning keruh, bau khas

Pola Tidur dan Istirahat Tidur 6-8 jam sehari dari jam 22.00 – 06.00 Wib, kesulitan dalam hal tidur tidak ada Tidur 5-6 jam sehari dari jam 23.00 – 05.00 Wib, masih ada kesulitan dalam tidur.
Pola Aktivitas dan Latihan Klien bekerja sebagai Petani.
Klien tidak dapat bekerja.
Personal Hygiene Klien mandi 2 x sehari, gosok gigi sehabis makan, klien mencuci rambut bila perlu saja Klien dimandikan dengan menggunakan air hangat 1 x setiap hari.








V. Riwayat Keluarga
Geogram:









Keterangan :

= laki-laki

= perempuan

= laki-laki yang meninggal

= perempuan yang meninggal

= pasien

= tinggal satu rumah



VI. Aspek Psikososial
Klien tinggal bersama keluarganya dengan menganut adat istiadat daerah Jawa. Dalam keluarga Klien sering menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar, pengambilan keputusan dilakukan sendiri dan terlebih dahulu dimusyawarahkan. Hubungan klien dengan keluarga baik, dimana klien sering dijenguk oleh keluarga dekat.

VII. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital tanggal 11 Agustus 2009
TD : 80/60 mmHg,
Pols : 104 x/i,
Temp : 370 C,
RR : 32 x/i,

- Kepala : Bentuknya oval, sering merasakan pusing.
- Mata : Bentuknya simetris, reaksi terhadap cahaya bagus, ada reaksi buka mata, fungsi penglihatan jelas.
- Hidung : Klien menggunakan Oksigen (5-6 l/i).
- Mulut dan tenggorok : Mukosa bibir Klien tidak kering.
- Dada/ pernapasan : Simetris, adanya bunyi nafas ronkhi. Klien sesak, respirasi 32 x/i.
- Sirkulasi : Tidak dijumpai adanya keluhan.
- Abdomen : Tidak dijumpai adanya keluhan
- Genitalia : Bersih, tidak memakai kateter.
- Ekstremitas : Pada tangan kiri terpasang infus.
- Kulit : Turgor kulit bagus, warna kulit sawo matang.


- Data laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tanggal 05 Agustus 2009
Faal hati :
Bilirubin total : 0,56 mg/dl Normal : < 1 mg/dl
Bilirubin direct : 0,16 mg/dl Normal : < 0,25 mg/dl
Alkalin Fost : 136 u/l Normal : 40-129 u/l
SGOT : 95 u/l Normal : < 38 u/l
SGPT : 51 u/l Normal : < 40 u/l
Tot. Protein : 5,9 g/dl Normal : 6,0-8,0 g/dl
Albumin : 2,7 g/dl Normal : 3,7-5,1 g/dl
Globulin : 3,2 g/dl Normal : 2,6-3,6 g/dl
Faal Ginjal
Ureum : 55 mg/dl Normal : 10-50 mg/dl
Creatinin : 0,71 mg/dl Normal : 0,7-1,4 mg/dl
Uric acid : 6,40 mg/dl Normal : 3,0-7,0 mg/dl
Natrium : 141 mEq/L Normal : 135-155 mEq/L
Kalium : 4,8 mEq/L Normal : 3,6-5,5 mEq/L
Chlorida : 94 mEq/L Normal : 96-106 mEq/L




Analisa Gas Darah
Ph : 7,442 Normal : 7,35-7,45
PCO2 : 39.3 mmHg Normal : 38-42 mmHg
PO2 : 68,7 mmHg Normal : 85-100 mmHg
Bikarbonat : 26,2 Normal : 22-26
Tot. CO2 : 27,4 Normal : 19-25
Base exes : 2,1 Normal : -2 - +2
Saturasi O2 : 94,4 Normal : 95-100

- Diagnosa Medis : Tumor Paru

- Pengobatan
Inj. Tramadol 1 amp/8 jam
Ranitidine 1 amp/12 jam
Ambroxol 3x1
Cefixin 2x100 mg
Metyl Predinisolon 3x4 mg
Nebule Ventolin + Flixotide /8 jam
Inf. Aminofusin 1 fls/H
NaCl
CT. Scan
FNAB

- Diet :
MB












B. ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah
1.







2.








3.











Data Subjektif :
- Klien mengatakan sesak pada saat bernafas.

Data Objektif :
- Klien menggunakan oksigen (5-6l/i) bila merasa sesak pada saat bernafas.


Data subjektif :
Klien mengatakan bahwa dadanya terasa nyeri (sedang) dan batuk..

Data Objektif :
- Klien meringis kesakitan bila serangan muncul.


Data Subjektif :
- Klien menanyakan tentang penyakitnya.

Data Objektif :
- Klien dan Keluarga terlihat sering bertanya tentang penyakit yang diderita Klien.
Pengaruh rokok dan zat arsenic/pestisida.






Penekanan saraf oleh tumor.







Kurangnya pengetahuan tentang Tumor Paru

Kurang efektifnya kebersihan jalan nafas.





Gangguan rasa nyaman : Nyeri (sedang)





Cemas

C. PRIORITAS DIAGNOSA MASALAH
1. Kurangnya kebersihan jalan nafas b/d pengaruh rokok dan zat arsenik/pestisida d/d Klien merasa sesak pada saat bernafas.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri (sedang) b/d penekanan saraf oleh tumor paru d/d Klien mengatakan terasa nyeri di bagian dada dan batuk.
3. Cemas b/d kurangnya pengetahuan tentang Tumor Paru d/d Klien dan keluarga sering bertanya tentang penyakit yang diderita Klien.

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. S Ruangan : Rindu A3
Umur : 65 tahun Diagnosa Medis : Tumor Paru

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1 Dx I Mengefektifkan kebersihan jalan nafas
- Sesak berkurang
- Klien tidak memakai Oksigen lagi. - Auskultasi paru akan ronkii, rales atau mengi.

- Monitor hasil sputum sitologi
- Atur humifier oksigen

- Bantu pasien dengan ambulasi atau ubah posisi
Lihat adekuatnya pertukaran gas dan luasnya obstruksi jalan napas karena skeret.

Melihat adanya sel kanker
Meninggikan kepala tempat tidur memungkinkan diafragma untuk berkontraksi
Mensuplay oksigen dan mengurangi kerja pernapasan

Dx II Mengurangi rasa nyeri.
Kriteria hasil :
- Nyeri berkurang.
- Wajah Klien terlihat lebih rilex. 1.Kaji lokasi nyeri.

2. Memberikan posisi nyaman.

3. Menganjurkan Klien agar tidak banyak bergerak.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik.

. 1. Untuk mengidentifikasi lokasi nyeri supaya intervensi lebih efektif.
2. Diharapkan dengan posisi yang nyaman, nyeri dapat berkurang.
3. Pergerakan yang banyak dapat memicu nyeri bertambah.
4. Analgesik merupakan jenis obat yang berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

3 Dx 3 Cemas teratasi
Kriteria hasil :
- Klien dan keluarga mengetahui tentang proses penyakit
- Keluarga klien kooperatif dalam pengobatan 1. Berikan komunikasi terapeutik untuk memberi penjelasan tentang penyakit klien
2. Ciptakan kepada keluarga suasana yang tenang dan nyaman
3. Anjurkan keluarga untuk selalu berdoa kepada Tuhan 1. Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan penatalaksanaan di rumah

2. Memberi kesempatan bagi keluarga untuk istirahat dan mengurangi kecemasan
3. Lebih mendekatkan diri keluarga kepada Tuhan terutama dalam penyakitnya










E. CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

No Tanggal No Dx Implementasi Evaluasi
1 12 Agustus 2009 Dx 1 08.45
- Mengkaji k/u Klien
- Memberikan posisi nyaman
11.00
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat ( Nebule Ventolin + Flixotide /8 jam)

S :Klien mengatakan masih merasa sesak saat bernafas.
O : Klien tampak sesak dan batuk.
A : Masalah belum teratasi.
P :Intervensi dilanjutkan.
Dx2 Jam 08.30
-Mengkaji k/u Klien.
-Memberikan posisi nyaman
Jam 13.15
-Menganjurkan Klien untuk beristirahat dan tidak banyak bergerak. S : Klien mengatakan masih ada rasa nyeri di bagian dada.
O : Klien tampak meringis kesakitan.
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Dx 3 Jam 08.45
-Mengkaji k/u Klien
Jam 11.15
-Komunikasi teraupetik S : Klien mengatakn sudah mulai mengerti tentang penyakitnya.
O : Klien tampak tidak cemas, dan jarang bertanya tentang penyakitnya lagi.
A : Masalah sebahagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan.

2
13 Agustus 2009
Dx 1
08.45
- Mengkaji k/u Klien
- Memberikan posisi nyaman
11.00
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat ( Nebule Ventolin + Flixotide /8 jam)


S :Klien mengatakan masih merasa sesak saat bernafas.
O : Klien tampak sesak dan batuk.
A : Masalah belum teratasi.
P :Intervensi dilanjutkan.
Dx2 Jam 08.30
-Mengkaji k/u Klien.
-Memberikan posisi nyaman
Jam 13.15
-Menganjurkan Klien untuk beristirahat dan tidak banyak bergerak. S : Klien mengatakan masih ada rasa nyeri di bagian dada.
O : Klien tampak meringis kesakitan
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Dx 3 Jam 08.45
-Mengkaji k/u Klien
Jam 11.00
-Komunikasi teraupetik S : Klien mengatakn sudah mengerti tentang penyakitnya.
O : Klien tampak tidak cemas, dan tidak bertanya lagi tentang penyakitnya.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan.




3 14 Agustus 2008 Dx 1 08.45
- Mengkaji k/u Klien
- Memberikan posisi nyaman

11.00
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat ( Nebule Ventolin + Flixotide /8 jam)

S :Klien mengatakan masih merasa sesak saat bernafas.
O : Klien tampak sesak dan batuk.

A : Masalah belum teratasi.
P :Intervensi dilanjutkan.





Dx2 Jam 08.30
-Mengkaji k/u Klien.
-Memberikan posisi nyaman
Jam 13.15
-Menganjurkan Klien untuk beristirahat dan tidak banyak bergerak. S : Klien mengatakan masih ada rasa nyeri di bagian dada.
O : Klien tampak meringis kesakitan.
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Minggu, 05 Juli 2009

LAPORAN HASIL PENGAMATAN BAKTERI PADA VAGINA MANUSIA

A.Tujuan : Mencari bakteri pada vagina manusia.

B.Alat dan Bahan
 Alat :
1. Mikroskop
2. Objek glass
3. Kapas Alkohol

 Bahan :
1. Sekret Vagina
2. Gentian Violet
3. Fukcin
4. Lugol
5. Alkohol 96 %
6. Air
7. Imersi oil

C. Cara Kerja :
a.Menyediakan sekret vagina yang telah disimpan selama ± 1 minggu yang terdapat di atas objek glass.
b.Ditetesi dengan Gentian Violet secukupnya (selama 2 menit). Kemudian disiram dengan air mengalir.
c.Ditetesi dengan Lugol secukupnya (selama 1 menit). Kemudian disiram dengan alkohol.
d.Ditetesi dengan Fukcin secukupnya (selama 30 detik). Kemudian disiram dengan air mengalir.
e.Ditetesi dengan Imersi Oil secukupnya.
f.Memeriksa hasilnya di bawah Mikroskop dengan pembesaran 10-40 kali.

D. Tinjauan Teoritis

1. Lactobacillus
Lactobacillus (organisme yang memproduksi susu asam) yang biasanya hadir dalam vagina manusia, di mana mereka memberikan kontribusi untuk mempertahankan suatu kondisi yang acidic inhibits perkembangan mikroorganisme lainnya vaginal. Berbagai persiapan non-resep yang mengandung Lactobacillus telah touted sebagai membantu dalam memperlakukan vaginitis (peradangan vaginal), tetapi mungkin isi dari persiapan ini adalah bukan apa itu purported menjadi. Lactobacillus menghasilkan anti bakteri. Filtrat Lactobacillus dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen.
Lactobacillus telah lama dianggap sebagai perlindungan flora dalam vagina. Perempuan dengan vaginal infeksi telah menggunakan berbagai produk non-resep dalam upaya untuk memulihkan mereka normal vaginal flora. Produk yang mengandung lactobacillus termasuk produk susu (yogurt, susu acidophilus) dan komersial Lactobacillus powders tersedia dan tablet. Baru-baru ini, Lactobacillus spesies yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang terkait dengan normal vaginal flora.


E. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pada feses yang dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x – 40 x terlihat bahwa adanya bakteri ”lactobacillus”. Berikut ini dalah gambar bakteri ”lactobacillus” :



Nama bakteri : lactobacillus
Warna : Hitam
Bentuk : Bulat lonjong memanjang


F. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan telah ditemukan bakteri lactobacillus. Lactobacillus (organisme yang memproduksi susu asam) yang biasanya hadir dalam vagina manusia, di mana mereka memberikan kontribusi untuk mempertahankan suatu kondisi yang acidic inhibits perkembangan mikroorganisme lainnya vaginal. Lactobacillus menghasilkan anti bakteri. Filtrat Lactobacillus dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen.

Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB)

Gangguan Pendengaran Akibat Bising /GPAB
(Noise Induced Hearing Loss / NIHL )

TEORI
Gangguan pendengaran akibat bising adalah Penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.
Bising berpengaruh terhadap masyarakat terutama masyarakat pekerja yang terpajan bising, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan pendengaran, gangguan fisiologi lain serta gangguan psikologi. Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan. Gangguan psikologi dapat berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan .

Upaya peningkatan kualitas hidup penderita diterapkan tidak hanya mencoba meningkatkan fungsi pendengaran dengan berbagai cara dan alat serta evaluasinya tetapi juga mencakup peningkatan kemampuan berkomunikasi dengan cara-cara yang lain seperti latihan membaca bibir dan lainnya. Dalam hal ini perlu dilakukan suatu upaya penilaian kemampuan berkomunikasi yang komprehensip. Kemudian penetapan bentuk pelatihan berkomunikasi untuk mengatasi pandangan buruk umum yang dialami oleh penderita gangguan pendengaran serta orientasi penggunaan alat Bantu dengar, pelatihan fungsi pendengaran, latihan membaca bibir dan berkomunikasi melalui alat telekomunikasi seperti telepon
Untuk mengurangi angka terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB / NIHL) diperlukan usaha-usaha penanggulangan NIHL baik secara promotif, preventif, dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha tersebut diperlukan kerjasama yang terpadu dari baik masyarakat itu sendiri, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah dalam hal ini institusi kesehatan.
Masyarakat melalui para kader perlu dilibatkan secara aktif dan inovatif terutama pada tingkat promotif. Lini kesehatan terdepan misalnya Puskesmas, Balai Kesehatan, dll memiliki peran yang besar baik di tingkat promotif, serta deteksi dini terjadinya NIHL.
Di lain pihak jumlah spesialis THT di Indonesia berjumlah 700 orang. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih kurang 214,1 juta jiwa, tentu jumlah tersebut masih sangat kurang. Untuk meningkatkan penanggulangan NIHL maka diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan NIHL oleh masyarakat bersama-sama kader dan tenaga kesehatan. Selain itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan di lini terdepan untuk mendiagnosis NIHL.


ANALISIS SITUASI
•Epidemiologi
Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35 % dari total populasi industri di Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa.

Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga untuk keperluan ganti rugi asuransi, ditemukan 85 % menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 % didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz.
Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising , dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun.
Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl.MH.Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk.

Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85 – 105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun.
Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9 – 108,2 dB.
•Purnama pada penelitian dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya mendapatkan 26 dari 32 pengemudi mengalami tuli akibat bising, 14 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap awal dan 12 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap lanjut. Rerata intensitas bising bajaj pada kelompok kasus tersebut adalah 101,42 dB dengan lama pajanan kerja 12,37 tahun dan 98,5 dB pada kelompok kontrol dengan lama pajanan kerja 8tahun.
Bashiruddin pada penelitian pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran mendapatkan rerata intensitas bising bajaj pada beberapa frekuensi adalah 90 dB dengan intensitas maksimum 98 dB dan serata akselerasi getar adalah 4,2 m/dt. Hal ini melebihi nilai ambang batas bising dan getaran yang diperkanankan.
Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi.



•Demografi

1.Gambaran populasi berdasarkan kelompok umur, kelompok pekerjaan, status sosial, dan status pendidikan.
Agar dapat secara efektif mengatasi NIHL, ada beberapa pertanyaan yang harus terlebih dahulu dicari jawabannya, antara lain :
2.Seberapa besar jumlah penderita NIHL di suatu daerah ?
3.Bagaimana proporsi penduduk didaerah tersebut ?
4.Bagaimana dengan tingkat pengetahuan penduduk didaerah tersebut ?
5.Untuk menurunkan prevalensi NIHL, perlu diketahui sarana dan SDM yang tersedia.
•Infrastuktur
Sumber Daya:
•Jumlah Dokter Spesialis THT
•Jumlah Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi
•Jumlah Dokter Perusahaan (Dokter Kesehatah Kerja)
•Jumlah Dokter Umum dan tenaga paramedis terlatih
•Jumlah Tenaga Swadaya Masyarakat (kader terlatih)
Sarana dan Fasilitas
•Rumah Sakit yang memiliki fasilitas diagnostik fungsi pendengaran (Audiometer)
•Puskesmas yang memiliki alat diagnostik fungsi pendengaran (Audiometer), corong telinga, otoskop/ senter, garputala).
•Target
Menurunkan 50% angka gangguan pendengaran akibat bising pada tahun 2010
•Indikator
oJumlah Dokter Umum yang dilatih
oJumlah paramedis yang dilatih
oJumlah kader/ guru yang dilatih
oFrekuensi kegiatan promosi yang dilakukan dalam periode tertentu
oJumlah pekerja terpajan bising yang diperiksa setiap tahun
oFrekuensi pemeriksaan pekerja terpajan bising
oJumlah pekerja terpajan bising yang dideteksi menderita NIHL
oJumlah kasus NIHL yang dilaporkan
ALTERNATIF PENANGGULANGAN
Program akan berhasil apabila tersosialisasi dengan baik, sehingga setiap orang yang terkait dengan upaya penanggulangan NIHL (masyarakat, pemerintah setempat, tenaga medis) dapat menjalankan perannya masing-masing setelah mengetahui masalah yang dihadapi serta tujuan yang hendak dicapai.
•Melakukan penyuluhan kepada kader, tokoh masyarakat serta masyarakat itu sendiri tentang NIHL mengenai pengertian, gejala, penyebab, dampak dan penatalaksanaan.
•Advokasi pada pemerintah setempat (PEMDA) untuk memfasilitasi serta menyediakan anggaran untuk memperbaiki maupun melengkapi infrastruktur.
•Melakukan pendekatan kepada pengusaha serta organisasi swadaya masyarakat untuk saling bekerja sama dalam menanggulangi masalah yang dihadapi pekerja / masyarakat yang terpajan bising.
•Melakukan analisis situasi, menetapkan tujuan serta evaluasi berkala.
•Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader untuk melakukan deteksi dini dan rujukan
•Pelatihan dokter kesehatan kerja untuk meningkatkan upaya deteksi dan intervensi dini.
PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INDERA PENDENGARAN
BERDASARKAN PENYEBAB NIHL

Pengertian :
Gangguan Pendengaran akibat bising/GPAB (Noise Induced Hearing Loss/ NIHL) adalah gangguan pendengaran akibat pajananan bising dalam waktu yang cukup lama, yang awalnya tidak disadari.
Tujuan
Menurunkan 50% angka NIHL pada tahun 2010
Kondisi saat ini:
a. Besaran Masalah:
•Angka kejadian Gangguan pendengaran akibat bising diperkirakan antara 20-30 % dari jumlah populasi pekerja di sektor formal yang berusia produktif (2,2 juta) = 700.000, kejadian gangguan pendengaran akibat bising di sektor informal belum diketahui.
•Diperkirakan bahwa Gakin Nasional adalah 17% x 214,1 juta = 36 juta.
b. Dampak ekonomi akibat ketulian karena Gangguan pendengaran akibat bising
•Apabila seorang penderita Gangguan pendengaran akibat bising kehilangan penghasilan sebesar Rp. 830.000 / bulan ( asumsi : upah minimum regional/ UMR), maka orang dengan gangguan pendengaran akan kehilangan 1/3 dari UMR (data 1/3 diperoleh dari pedoman diagnosis dan penilaian cacad karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional /DK3N 2003,hal.54).
• Bila penderita gangguan pendengaran pada pekerja sektor formal 700.000 maka secara ekonomis akan kehilangan penghasilan sebesar 700.000 x Rp.270.000 x 12 bln = 712,8 milyar rupiah per tahun.
•Alokasi dana yang harus diupayakan untuk gangguan pendengaran pada Gakin: 17% x 396 milyar = 121,17 milyar rupiah.
c. Berapakah kemampuan penanganan Gangguan pendengaran akibat bising di Kabupaten / Kota yang ada pada saat ini?

Secara Nasional jumlah kasus Gangguan pendengaran akibat bising belum diketahui dengan pasti.
Berkaitan dengan hal ini perlu diperhitungkan:

oKetenagaan (dokter spesialis THT khususnya di bidang telinga, dokter spesialis THT, dokter spesialis kedokteran okupasi, dokter perusahaan/kesehatan kerja, dokter umum terlatih, perawat terlatih, kader kesehatan dsb).
oSarana pelayanan yang tersedia (RS, BKIM, Puskesmas, kegiatan luar gedung/outreach services dll), termasuk peralatan untuk melakukan pemeriksaan pendengaran dengan audiometer
oSumber pembiayaan yang tersedia (APBN, APBD, Swasta dan LSM dsb).
oKomitment pengambil keputusan di Kabupaten/ Kota untuk mendukung program PGP Ketulian, termasuk peran lintas program dan lintas sektor.
oPeran Dinas Kesehatan sebagai koordinator pelayanan kesehatan, khususnya untuk program PGP Ketulian.
oPeran serta dan dukungan masyarakat.

Catatan : Apabila Kabupaten/Kota telah mempunyai nilai-nilai prevalensi, insidens tersendiri maka tidak lagi digunakan angka-angka nasional.

Kondisi yang diharapkan:
• Menurunkan angka kejadian gangguan pendengaran akibat bising pada tahun 2010.
• Meningkatkan kemampuan diagnostik gangguan pendengaran akibat bisingpada tahun 2010.
Proses Pencapaian :
Proses mencapai tujuan pada penanggulangan gangguan pendengaran akibat bising
Langkah 1 : Analisis masalah penanggulangan gangguan pendengaran akibat bising pada Kab/Kota
• Telah diketahui kemampuan SDM, sarana prasarana, sumber pendanaan, komitmen dan dukungan LP dan LS serta peran serta dan dukungan masyarakat
Berdasarkan data-data yang ada dapat diperkirakan kemampuan Kabupaten/ Kota untuk melaksanakan penanggulangan ketulian; memperhitungkan beban kerja operasional dan besarnya dana yang harus disediakan.




Tabel 1 (Contoh format): Analisis situasi: diisi sesuai dengan kondisi Kabupaten/ Kota
INPUT SAAT INI YANG DIBUTUHKAN KESENJANGAN
Tenaga
• Dr. umum
• Dr. umum terlatih
• Dr. Spesialis THT
• Dr Spesialis Kedokteran Okupasi
• Dr Perusahaan
• Audiologis
• Audiometris
• Perawat terlatih
• Kader terlatih
• Penanggung Jawab program Usila-PGPKetulian
• Penanggung Jawab program PGPKetulian
• Dll



Sarana
• Puskesmas PGPKetulian
• Puskesmas DTP-PGPKetulian
• RSUD-PGPKetulian
• RS Swasta-PGPKetulian
• Outreach Services –PGPKetulian



Peralatan
• Diagnostik set
• Otoskop
• Garpu tala
• Audiometer nada murni



Dana
• APBN
• APBD
• BLN
• Swasta/ Industri
• LSM



Sistem Yankes Fokus pd Indera Pendengaran



Peranan Dinas Kesehatan



Integrasi ke Program terkait



Koordinasi LS



Peran Serta Masyarakat



Penggalangan Kemitraan



Komitmen Pengambil Keputusan



Langkah 2. Menetapkan apa yang akan dicapai dan tujuan
Mengacu dari hasil analisis situasi pada langkah 1, maka dapat ditetapkan tujuan yang ingin dicapai:
• Meningkatkan % penanganan Gangguan pendengaran akibat bising menjadi 50% tahun 2010
• Meningkatkan jumlah tenaga kesehatan terlatih “PGP Ketulian”
• Meningkatkan pengembangan pelayanan kesehatan telinga komunitas
• Meningkatkan sarana pendukung pelayanan kesehatan Indera Pendengaran.
• Adanya dukungan dari pengambil keputusan, LP, LS, Swasta, LSM
• Teralokasi dukungan dana untuk PGP Ketulian.
• Meningkat Peran Serta Masyarakat.
Langkah 3. Menetapkan Prioritas, Strategi dan Rencana Kegiatan
Penetapan urutan prioritas didasarkan besaran masalah, ketersedian sumber daya, (tenaga, alat, sarana, dana), adanya dukungan pengambil keputusan dan mitra kerja.
Penetapan strategi dari masing urutan prioritas antara lain:
• Penguatan manajemen dan infrastruktur pelayanan
• Penguatan kualitas dan kuantitas SDM
• Meningkatkan advokasi dan komunikasi Lintas Program/Lintas Sektor (LP/LS)
• Membentuk Komite/Forum koordinasi
• Menggalang kemitraan
Penyusunan rencana kegiatan dengan meliputi:
• Rincian kegiatan
• Siapa yang melaksanakan
• Siapa sasaran dan jumlah
• Dimana dilaksanakan
• Kapan dilaksanakan
• Berapa Biaya

Tabel 2 (Contoh format): Strategi megatasi kesenjangan berdasarkan hasil Analisis
Situasi (tabel 1) Kabupaten/ Kota
INPUT SAAT INI YANG DIHARAP KAN YANG DIBUTUH
KAN STRATEGI
Tenaga
• Dr. umum
• Dr. umum terlatih
• Dr. Spesialis THT
• Dr. Spesialis Kedokteran Okupasi
• Dr Perusahaan
• Audiologis
• Audiometris
• Perawat terlatih
• Kader terlatih
• Penanggung Jawab program Usila-PGPKetulian
• Penanggung Jawab program PGPKetulian
• Dll




Sarana
• Puskesmas PGPKetulian
• Puskesmas DTP-PGPKetulian
• RSUD-PGPKetulian
• RS Swasta-PGPKetulian
• Outreach Services –PGPKetulian




Peralatan
• Diagnostik set
• Otoskop
• Garpu tala
• Audiometer nada murni




Dana
• APBN
• APBD
• BLN
• Swasta/ Industri
• LSM




Sistem Yankes Fokus pd Indera Pendengaran




Peranan Dinas Kesehatan




Integrasi ke Program terkait




Koordinasi LS




Peran Serta Masyarakat




Penggalangan Kemitraan




Komitmen Pengambil Keputusan







Langkah 4. Pelaksanaan dan Pemantauan
Ada 3 (tiga) komponen penting dalam pelaksanaan implementasi agar mencapai keberhasilan yaitu :

4.1. Perencanaan
• Pembentukan Forum
• Rapat koordinasi
• Perencanaan (kegiatan, anggaran, lokasi, jadwal)
• Koordinasi LP/LS
• Perencanaan pelatihan
4.2. Pelaksanaan
• Persiapan pra kegiatan
• Pertemuan berkala
• Sosialisasi/promosi program
• Kemitraan
• Pelatihan
• Pelaksanaan kegiatan
• Penjaringan kasus
• Pelayanan luar gedung
• Bimbingan teknis
4.3.Pemantauan
Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui tercapai/ tidaknya tujuan baik kuantitas maupun kualitas antara lain:
• Pemantauan kegiatan
• Kegiatan tindak lanjut
• Pembuatan dan pengiriman laporan
• Pemantauan terhadap sistem informasi secara stastistik: harian/mingguan, bulanan, triwulan atau tahunan
• Pemantauan terhadap penggunaan data statistik.
Langkah 5 : Evaluasi

Evaluasi dilakukan terhadap:
• Input
• Proses
• Output
Tabel 3. (contoh format): Evaluasi terhadap input, proses dan output untuk rencana selanjutnya dalam rangka mengatasi kesenjangan Kabupaten/ Kota
INPUT PROSES OUTPUT
Tenaga :
• % dokter terlatih
• % dokter kesehatan kerja
• % perawat terlatih
• % kader terlatih • Pelatihan
• Pertemuan Koordinasi
• Adanya promosi melalui mass media
• Adanya kemampuan masy. utk membayar Yankes
Cakupan
• Jumlah temuan kasus NIHL
• Jumlah kasus NIHL yang dikonservasi
Sarana :
• % Puskesmas yang melaksanakan deteksi dan tatalaksana kasus NIHL
• % RS yAng menerima rujukan dari Pusk.
Peralatan :
• % Puskesmas yang mempunyai alat dan media utk deteksi dini dan tatalaksana kasus NIHL
• % RS/ /BIMM yang menerima rujukan dari Puskesmas
Dana :
% peningkatan Dana untuk Program Penanggulangan kasus NIHL
Komitmen


Daftar Pustaka

• Tedjo Oedono R M. Penatalaksanaan Penyakit Akibat Lingkungan Kerja Di bidang THT. KONAS PERHATI VII, .Malang 1996 : 91 –111.
• Alberty PW. Occupational hearing Loss. In : Balenger JJ ed.Disease of The Ear Nose and Throat. Head Neck Surgery, 14 th Ed. Philadelphia. WB Saunders. 1991 : 1053 – 66.
• Hutchinson KM, Alessio HM, Spadafore M. Effect of Low Intensity Exercise and Noise Exposure on Temporary Threshold Shift. Scandinavia Audiology 1991 ; 20 : 121 – 7.
• Borg E, Canlon B, Engstrom B. Noise Induced Hearing Loss. Literature review and experiments in rabbits. Scandinavian Audiology Supplement 40. 1995; 24 : 9-46
• Dobie RA. Noise Induced Hearing Loss In : Bailey BJ, ed. Head and Neck Surgery Otolaryngology, Vol 2. Philadelphia, JB Lippin Cot Co. 1993 : 1782 – 91.
• Pickles JO. Physiology of The Ear. In : Kerr AG, ed. Basic Sciences. Scott Browns Otolaryngology 5 th ed. London. Butter worths. 1991 : 47 – 77.
• Alberty PW. Noise & The Ear. In :Kerr AG ed. Adult Audiology, Scott Browns Otolaryngology 5th ed. London Butterworths 1991 : 594 – 641.
• Sutirto I, Bashiruddin J. Tuli akibat bising dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok . Edisi ke 5. Jakarta Balai Penerbit FKUI 2001 : 37 – 39.
• Niland J,Zenz C. Occupational hearing loss. Noise and Hearing Conservation. In Occupational Medicine 3 rd; ed. St Louis Mosby.1994: 258-96.
• Rampal KG, Noorhassim I. Auditory Disorders. In : Jeyaratman J, Koh D eds. Textbook of Occupational Medicine Practice. Singapore.World Scientific. 1996 : 272 – 298.
• Suma'mur PK. Kebisingan dalam Higne Perusahan dan Kesehatan Kerja ed 9. Jakarta 1993: 57-68
• Hendarmin H. Noise Induced Hearing Loss. Konas PERHATI II Jakarta ; 1971.p. 224 – 9.
• Hendarmin H, Hadjar E. Noise and Noise Polutions in Jakarta. Konas PERHATI II Jakarta ; 1971.p. 230 –43.
• Sundari. Hubungan pemajanan bising dengan ambang pendengaran tenaga kerja di Bagian Peleburan dan Pengontrolan Besi Baja PT B.D. Jakarta ;1994.
• Lusianawaty T. Gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga kerja di Perusahaan Plywood PT X, jawa Barat. Thesis, Jakarta ; 1998.
• Purnama H. Dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya. Skripsi. Jakarta ; 1997.
• Bashiruddin J, Pengaruh Bising dan Getaran pada Fungsi Keseimbangan dan Pedengaran, Disertasi, Jakarta 2002.

ASMA

BAB I
LANDASAN TEORITIS

1.Defenisi
Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah sebagai penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchopasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan.
(Pengkajian Keperawatan Pada Anak, Suriadi S.Kp, 2001)
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempi luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.

2.Etiologi

Asma biasanya terjadi akibat trakea dan bronkus yang hiperesponsif terhadap iritans. Alergi mempengaruhi keberadaan maupun tingkat keparahan asma, dan atopi atau predisposisi genetik untuk perkembangan respons IgE – mediated terhadap alergen udara yang umum merupakan faktor predisposisi terkuat untuk berkembangnya asma.
Iritans umum antara lain:
a. Pajanan alergen (pada orang yang tersensitisasi). Alergen yang umum antara lain:
1) Debu
2) Jamur
3) Bulu binatang
b. Infeksi virus
c. Iritans, antara lain:
1) Polusi udara
2) Asap
3) Parfum
4) Sabun deterjen
d. Jenis makanan tertentu (terutama zat yang ditambahkan dalam makanan).
e. Perubahan cepat suhu ruangan
f. Olahraga

3.Anatomi

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vetebra torakalis ke IV dan ke V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus ini berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampak pru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri; sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronkhus lobus atas, terdiri dari 6 – 8 cincin; cabang kedua timbul setelah cabng utama lewat di bawah arteri, disebut bronkhus lobus bawah. Bronkhus lobus tengah ke luar dari bronkhus lobus bawah.
Bronkhus kiri lebih panjang dan langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah terdiri dari 9 – 12 cincin.
Bronkhus bercabang-cabang yang paling kecil disebut bronkhiolus (bronkhioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru / gelembung bawah dan alveoli.
Bronkhus pulmonalis trake terbelah menjadi dua bronkhus utama; bronkhus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru bronkhus – bronkhus pulmonalis bercabang dan beranting lgi banyak sekali saluran yang besar mempertahankan struktur serupa dengan yang trakea, mempunyai dinding berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Bronkhus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronkhial, merupakan jalan udara utama.
Arteri bronkhialis, keluar dari aorta dan mengantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru, vena bronkhialis, mengembali sebagian darah dari paru-paru ke vena kava superior.
(Anatomi Fisiologi, Syaifuddin, 1997; hal 87)


4.Patofisiologi
Stimulus non Pengaktifan sel Stimulus immunologik
Immunologik; antigen
Infeksi virus, stimulus
Fisik dan kimia

Autonomonic sistem Sel mast, sel epitel
Persarafan reflex makrofag, eusinofil
Axon neuropeptida limposit

Mediator radang
Kontraksi otot-otot pernafasan
Kemotaksis

Respon granulosit
Netrofil
Eosinofil
Basofil
Aktifnya sel mononukleus
Makrofag
Limposit

Mediator radang

Edema bronkus
Infiltrat seluler
Fibrosis subepitel
Sekresi mukus meningkat
Permeabilitas vaskuler dan mukosal

Hiperresponsif jalan nafas

Asthma
(Carrol D. Berkewitz (1996). Pediatric Primay Care Approa Philadelphia: W.B Saunders Company)
4. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan frekuensi nafas
b. Mengi (semakin intensif seiring dengan perkembangan serangan)
c. Batuk (produktif)
d. Penggunaan otot-otot tambahan
e. Suara nafas terdengr dari jarak jauh
f. Keletihan
g. Kulit yang lembab
h. Ansietas dan ketakutan
i. Dispnea
(Muscari, Mary E, Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, Hal 232)

5. Komplikasi
• Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
• Chronic persistent bronkhitis
• Bronchiolatis
• Pneumoni
• Emphysema
(Pengkajian Keperawatan Pada Anak, Suriadi, Edisi I, Jakarta, 2001)

6. Pemeriksaan Diagnostik
• Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
• Foto rontgen
• Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidak volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
• Pemeriksaan alergi (radiollergosorbent test; RAST)
• Pulse oximetry
• Analisa gas darah

7.Penatalaksanaan Terapeutik
• Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker
• Terapi cairan parenteral
• Terapi pengobatan sesuai program
• Beta2 – agonist untuk mengurangi bronkospasme

 Albuterol (proventil, ventalin)
Dengan pemberian oksigen dosis oral 0,1 mg / kg setiap 8 jam, nebulizer 0,15 mg / kg per dosis dalam 2 ml normal salin; inhalasi 1 atau 2 isapan setiap 4 – 6 jam.

 Terbulatin
Dosis; usia 2 – 6 tahun; 0,15 mg / kg tiga hari sekali
6 – 14 tahun; 2 mg tiga kali sehari, 14 tahun dewasa 2 – 6 mg / kg dalam 3 kali sehari atau empat kali sehari.
Inhalasi; 1 dan 2 hisapan setiap 4 – 6 jam.
Nebulizer, 0,5 – 1,5 mg setiap 4 – 6 jam.

 Metaprotenal (alupen, metaprel)
Dosis 0,3 – 0,5 mg / kg per dosis setiap 6 – 8 jam; maksimum 20 mg per dosis.

 Bronkodilator
Dilatasi bronkus bronkiolus, mengurangi bronkospasme, dan meningkatkan bersihan jalan nafas.

 Theophylline ethylenedramine (Aminophylline)
Dosis; pada klien tanpa thophlline, dosis 6 mg / kg dan melalui intravena usia 6 – 9 bulan; 1,0 – 1,2 mg / kg / jam.
Usia 9 – 12 jam; 0,9 – 1,0 mg / kg / jam.
Usia 12 – 16 tahun: 0,6 – 0,7 mg / kg / jam.

8.Penatalaksanaan Keperawatan

• Kaji status pernapasan dengan cermat, evaluasi pola nafas dan pantau tanda-tanda vital.
• Beri obat-obatan sesuai indikasi.
• Tingkatkan oksigenasi yang adekuat dan pola nafas normal.
• Jelaskan kemungkinan penggunaan terapi hiposensitisasi.
• Bantu anak mengatasi harga diri rendah dengan menganjurkan anak mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya.
• Diskusikan kebutuhan dilakukannya uji fungsi paru periodik untuk mengevaluasi dan menentukan terapi serta memantau perjalanan penyakit.
• Beri penyuluhan pada anak dan keluarga.
• Rujuk keluarga ke lembaga-lembaga di komunitas yang tepat untuk mencari bantuan.



BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Aktifitas / istirahat
Gejala:
• Keletihan, kelelahan, malaise
• Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
• Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
• Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan

Tanda:
• Keletihan
• Gelisah
• Kelemahan umum / kehilangan massa otot

Sirkulasi
Gejala:
• Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda:
• Peningkatan TD
• Peningkatan frekuensi jantung / takikardia berat / disritmia
• Warna kulit / membran mukosa normal atau abu-abu / sianosis; kuku tabu dan sianosis perifer
• Pucat dapat menunjukkan anemia
Integritas ego
Gejala:
• Peningkatan faktor resiko
• Perubahan pola hidup

Tanda:
• Ansietas, ketakutan, peka rangsang

Makanan / cairan
Gejala:
• Mual / muntah
• Nafsu makan buruk / anoreksia
• Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernafasan

Tanda:
• Turgor kulit buruk
• Berkeringat
• Edema dependen
• Penurunan berat badan, penurunan massa otot

Hygiene
Gejala:
• Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan
• Melakukan aktifitas sehari-hari

Tanda:
• Kebersihan buruk, bau badan


Pernafasan
Gejala:
• Nafas pendek, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas, rasa dada tertekn, ketidakmampuan untuk bernafas

Tanda:
• Ronki, mengi sepanjang area paru dada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas
• Menggunakan otot bantu pernafasan mis: meninggikan bahu, melebarkan hidung
• Kesulitan bicara kalimat

Keamanan
Gejala:
• Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat / faktor lingkungan
• Adanya / berulangnya infeksi
• Kemerahan / berkeringat

Seksualitas
Gejala:
• Penurunan libido

Interaksi sosial
Gejala:
• Hubungan ketergantungan
• Kurang sistem pendukung
• Kegagalan dukungan dari / terhadap pasang / orang rerdekat
• Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda:
• Ketidakmampuan untuk membuat / mempertahankan suara karena distres pernafasan
• Keterbatasan, mobilitas fisik
• Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain

2. Diagnosa Keperawatan
DX 1
Resiko tinggi asfiksia berhubungan dengan interaksi antara individu dan alergen.

Hasil yang diharapkan:
• Keluarga melakukan setiap upaya untuk menghilangkan atau menghindari kemungkinan alergen atau kejadian pencetus.
• Anak / keluarga dapat mendeteksi tanda-tanda ancaman episode secara dini dan mengimplementasikan tindakan yang tepat.
• Anak / keluarga mampu memberikan obat dan menggunakan inhaler dan peralatan lain.
• Anak dan orang tua melakukan praktik kesehatan.

Intervensi keperawatan:
• Ajari anak dan keluarga bagaimana menghindari kondisi atau situasi yang mencetus episode asmatik.
• Ajari anak dan keluarga untuk mengenal tanda-tanda dan gejala awal.
• Ajari anak dan keluarga tentang penggunaan bronkodilator dan obat-obat anti inflamasi yang benar.
• Anjurkan praktik kesehatan

Rasionalisasi:
• Dengan melatih anak dan keluarga agr tidak terjadi alergen.
• Dengan mengajari anak dan keluarga untuk mengenali tanda-tanda dan gejala awal sehingga suatu ancaman episode dapat dikontrol sebelum menimbulkan distres.
• Meningkatkan pengetahuan anak dan keluarga.
• Untuk mendukung pertahanan tubuh.

DX 2
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan respons alergenik dan inflamasi pada percabangan bronkial.

Hasil yang diharapkan:
• Anak bernapas dengan mudah dan tanpa dispnea.
• Anak menunjukkan kapasitas ventilasi yang membaik.
• Anak melakukan aktivitas sesuai kemampuan dan minat.

Intervensi keperawatan:
• Instruksikan dan / atau awasi latihan pernapasan dan pernapasan terkontrol.
• Gunakan teknik bermain untuk latihan pernapasan pada anak kecil, mis: meniup gasing, atau bola-bola kapas di meja.
• Anjurkan aktivitas yang memerlukan penggunaan energi pendek mis: baseball.
• Dorong postur tubuh yang baik.
Rasionalisasi:
• Untuk meningkatkan pernapasan diafragmatik yang tepat, ekspansi sisi, dan perbaikan mobilitas dinding dada.
• Untuk memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan ekspirasi.
• Latihan ini ditoleransi dengan lebih baik dari pada latihan yang memerlukan latihan ketahanan.
• Untuk ekspansi paru maksimum.

DX 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Hasil yang diharapkan:
• Anak melakukan aktivitas yang tepat.
• Mempertahankan kemampuan aktivitas seoptimal mungkin.

Intervensi:
• Dorong aktivitas yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak.
• Beri kesempatan untuk tidur, istirahat, dan aktivitas tenang.
• Beri diet yang adekuat.

Rasional:
• Pasien dapat memilih dan merencanakan aktifitas sendiri.
• Membantu mengembalikan energi.
• Metabolisme membutuhkan energi.


DX 4
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit kronis.

Hasil yang diharapkan:
• Keluarga menghadapi gejala dan efek penyakit dan memberikan lingkungan yang normal untuk anak.

Intervensi:
• Kuatkan kebutuhan untuk berespon terhadap tanda awal dari ancaman episode asma dengan menggunakan obat yang ditentukan sesuai kebutuhan.
• Ajari anak dan keluarga tentang bagaimana memberikan tindakan pernapasan.

Rasionalisasi:
• Untuk menurunkan potensi eksaserbasi yang parah.
• Untuk menghilangkan adanya konfusi.

DX 5
Resiko tinggi asfiksia berhubungan dengan bronkuspasme, sekresi mukus, edema.

Hasil yang diharapkan:
• Anak bernapas dengan lebih mudah.
• Anak tidak asfiksia.
• Anak tidak menunjukkan toksisitas teofilin.


Intervensi:
• Berikan infus intravena
• Berikan bronkodilator aerosol dan nortikosteroid oral atau IV sesuai ketentuan.
• Pantau dengan cermat infus aminofilin IV atau teofilin oral.
• Sediakan alat dan obat kedaruratan.

Rasionalisasi:
• Untuk pemberian obat dan hidrasi.
• Untuk menghilangkan bronkospasme.
• Untuk keefektifan maksimum dan efek samping minimum.
• Untuk mencegah keterlambatan tindakan.




DAFTAR PUSTAKA


Doenges E. Marillyn.
Ilmu Kesehatan Anak 3, Fakultas Universitas Indonesia, 1985.
Muscari E. Mary, Keperawatan Pediatrik, Edisi 3.
Pengkajian keperawatan Pada Anak, Skp, Edisi I, Jakarta, 2001.
Wong I. Donal, Keperawatan Pediatrik, Edisi 4.
Wartonah, Tarwoto, Kebutuhan Dasar Manusia.
Syaifuddin, Anatomi Fisiologi, Edisi II, Jakarta, 1997.

Rabu, 01 Juli 2009

Kata-Kata Mutiara-"SAHABAT"-

SAHABAT

“Sahabat itu selalu berkata benar, bukan membenarkan kata yang diucapkan…!”
“Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi…
Dialah ladang hati yang Kau taburi dengan penuh rasa kasih sayang dan Kau tunai dengan penuh rasa terima kasih…
Dan Dia pulalah naunganmu karena Kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa menginginkan kedamaian…
Bila Dia berbicara mengungkapkan fikirannya, Kau tiada takut membisikkan kata “tidak” di kalbumu sendiri, dan Kamupun tiada menyembunyikan kata “ya”.
Dan bilamana Dia diam, hatimu berhenti dari mendengar hatinya karena tanpa ungkapan kata dalam persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan dikongsikan dengan kegembiraan tiada terkirakan…
Dikala berpisah dengan Sahabat, tiadalah Kau berduka karena yang paling Kau kasihi dalam dirinya, mungkin Kau nampak jelas dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Laporan Pemeriksaan Telur Cacing Pada Feses Manusia

LAPORAN HASIL PENGAMATAN TELUR CACING
PADA FESES MANUSIA

A.Tujuan : Mencari telur cacing pada feses manusia.

B. Alat dan Bahan
Alat :
1. Mikroskop
2. Objek glass
3. Deklas
4. Nerbeken
5. Tissue
6. Lidi

Bahan : 1. Feses
2. Rigensia : Eosin = 0,1 %

C. Cara Kerja :
a.Membersihkan objek glass dengan tissue hingga tidak berlemak.
b.Objek glass ditetesi dengan eosin secukupnya.
c.Mengambil feses dengan lidi secukupnya.
d.Mencampur feses dengan eosin hingga homogen.
e.Menutup objek glass dengan overglass.
f. Memeriksa hasilnya di bawah Mikroskop dengan pembesaran 10-40 kali.

D. Tinjauan Teoritis
1. Askaris lumbricoides
Telur cacing ini disaat menetas dan mulai dewasa biasanya berukuran ; cacing jantan 10 – 30 cm dan betina 22 – 35 cm. Cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir perhari, baik yang sudah dibuahi maupun yang tidak.Telur ini bila tertelan manusia, menetas di usus halus dan disebut larva yang kemudian menembus pembuluh darah atau saluran limfe sampai ke jantung. Dari jantung kemudian mengikuti aliran darah ke paru – paru. Selanjutnya larva akan menuju ke farink sehingga menimbulkan rangsangan pada farink. Penderita batuk karena rangsangan ini, larva tertelan ke oesophagus dan sampai ke usus halus kemudian berubah menjadi cacing dewasa dan bertelur kembali. Waktu yang dibutuhkan kurang lebih selama 2 bulan sejak tertelan telur. Penyakit yang ditimbulkan disebut Askariasis.

E. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pada feses yang dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x – 40 x terlihat bahwa adanya telur cacing ”Ascaris lumbricoides” yang biasa disebut cacing gelang. Berikut ini dalah gambar cacing Ascaris lumbricoides:





Nama Cacing : Ascaris lumbricoides (cacing gelang)
Warna : Hitam
Bentuk : Bulat bergerigi

F. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan telah ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides. Pada cacing tersebut bila terinfeksi biasanya akan menimbulkan gejala – gejala khusus.

Pacaran Dalam Islam

Pacaran Dalam Islam
Istilah pacaran itu sebenarnya bukan bahasa hukum, karena pengertian dan batasannya tidak sama buat setiap orang. Dan sangat mungkin berbeda dalam setiap budaya. Karena itu kami tidak akan menggunakan istilah `pacaran` dalam masalah ini, agar tidak salah konotasi.

I. Tujuan Pacaran
Ada beragam tujuan orang berpacaran. Ada yang sekedar iseng, atau mencari teman bicara, atau lebih jauh untuk tempat mencurahkan isi hati. Dan bahkan ada juga yang memang menjadikan masa pacaran sebagai masa perkenalan dan penjajakan dalam menempuh jenjang pernikahan. Namun tidak semua bentuk pacaran itu bertujuan kepada jenjang pernikahan. Banyak diantara pemuda dan pemudi yang lebih terdorong oleh rasa ketertarikan semata, sebab dari sisi kedewasaan, usia, kemampuan finansial dan persiapan lainnya dalam membentuk rumah tangga, mereka sangat belum siap. Secara lebih khusus, ada yang menganggap bahwa masa pacaran itu sebagai masa penjajakan, mediaperkenalan sisi yang lebih dalam serta mencari kecocokan antar keduanya. Semua itu dilakukankarena nantinya mereka akan membentuk rumah tangga. Dengan tujuan itu, sebagian norma di tengah masyarakat membolehkan pacaran. Paling tidak dengan cara membiarkan pasangan yang sedang pacaran itu melakukan aktifitasnya. Maka istilah apel malam minggu menjadi fenomena yang wajar dan dianggap sebagai bagian dari aktifitas yang normal.

II. Apa Yang Dilakukan Saat Pacaran ?
Lepas dari tujuan, secara umum pada saat berpacaran banyak terjadi hal-hal yang diluar dugaan. Bahkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa aktifitas pacaran pelajar dan mahasiswa sekarang ini cenderung sampai kepada level yang sangat jauh. Bukan sekedar kencan, jalan-jalan dan berduaan, tetapi data menunjukkan bahwa ciuman, rabaan anggota tubuh, dan bersetubuh secara langsung sudah merupakan hal yang biasa terjadi. Sehingga kita juga sering mendengar istilah "chek-in", yang awalnya adalah istilah dalam dunia perhotelan untuk menginap. Namun tidak sedikit hotel yang pada hari ini beralih fungsi sebagai tempat untuk berzina pasangan pelajar dan mahasiswa, juga pasanga-pasangan tidak syah lainnya. Bahkan hal ini sudah menjadi bagian dari lahan pemasukan tersendiri buat beberapa hotel dengan memberi kesempatan chek-in secara short time, yaitu kamar yang disewakan secara jam-jaman untuk ruangan berzina bagi para pasangan di luar nikah.
Pihak pengelola hotel sama sekali tidak mempedulikan apakah pasangan yang melakukan chek-in itu suami istri atau bukan, sebab hal itu dianggap sebagai hak asasi setiap orang. Selain di hotel, aktifitas percumbuan dan hubungan seksual di luar nikah juga sering dilakukan di dalam rumah sendiri, yaitu memanfaatkan kesibukan kedua orang tua. Maka para pelajar dan mahasiswa bisa lebih bebas melakukan hubungan seksual di luar nikah di dalam rumah mereka sendiri tanpa kecurigaan, pengawasan, dan perhatian dari anggota keluarga lainnya.
Data menunjukkan bahwa seks di luar nikah itu sudah dilakukan bukan hanya oleh pasangan mahasiswa dan orang dewasa, namun anak-anak pelajar menengah atas (SLTA) dan menengah pertama (SLTP) juga terbiasa melakukannya. Pola budaya yang permisif (serba boleh) telah menjadikan hubungan pacaran sebagai legalisasi kesempatan berzina. Dan terbukti dengan maraknya kasus `hamil di luar nikah`dan aborsi ilegal.
Fakta dan data lebih jujur berbicara kepada kita ketimbang apologi. Maka jelaslah bahwa praktek pacaran pelajar dan mahasiswa sangat rentan dengan perilaku zina yang oleh sistem hukum di negeri ini sama sekali tidak dilarang. Sebab buat sistem hukum sekuluer warisan penjajah, zina adalah hak asasi yang harus dilindungi. Sepasang pelajar atau mahasiswa yang berzina, tidak bisa dituntut secara hukum. Bahkan bila seks bebas itu menghasilkan hukuman dari Allah berupa AIDS, para pelakunya justru akan diberi simpati.




III. Pacaran Dalam Pandangan Islam
a. Islam Mengakui Rasa Cinta
Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.
`Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik .`(QS. Ali Imran :14).

Khusus kepada wanita, Islam menganjurkan untuk mewujudkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semua itu adalah penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang paling baik. Rasulullah SAW bersabda,`Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku`.

b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal
Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat. Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk lewat SMS, chatting, dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak. Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya, dan menjadi `pelindung` dan `pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih`kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya. Dengan ikatan itu, jadilah seorang laki-laki itu `laki-laki sejati`. Karena dia telah menjadi suami dari seorang wanita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah seorang laki-laki itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi "the real man". Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah agama Islam juga, namun karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi yang paling pokok, akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan perbuatan yang menyerampet kesana. Sedangkan pemandangan yang kita lihat dimana ada orang Islam yang melakukan praktek pacaran dengan pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah terlalu jauh dari agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada masyarakat Islam yang nota bene masih sangat kental dengan keaslian agamanya, tapi masyakat dunia ini memang benar-benar telah dilanda degradasi agama.
Barat yang mayoritas nasrani justru merupakan sumber dari hedonisme dan permisifisme ini. Sehingga kalau pemandangan buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi Islam, tentu kita tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah bahwa kemerosotan moral ini juga terjadi pada agama lain, bahkan justru lebih parah.





c. Pacaran Bukan Cinta
Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berbentuk sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemu langsung.
Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah kencan dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada kepastian tentang kesetiaan dan seterusnya.
Padahal cinta itu adalah memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan, sebuah harga kesetiaan. Dalam format pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa pacaran itu sangat berbeda dengan cinta. Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, atau perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya atas data yang diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.
Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang terkenal itu. Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,`Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya, kamu akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha` Bab Istihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661)
Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting.
Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebagai ta`aruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya.
Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering bertemu dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum dan acak-acakan. Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari suasana romantis saat pacaran.
Maka kesan indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, sebaliknya bisa dikatakan sebuah penyesatan dan pengelabuhan. Dan tidak heran bila kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan ajang kencan saja.