Minggu, 05 Juli 2009

ASMA

BAB I
LANDASAN TEORITIS

1.Defenisi
Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah sebagai penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchopasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan.
(Pengkajian Keperawatan Pada Anak, Suriadi S.Kp, 2001)
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempi luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.

2.Etiologi

Asma biasanya terjadi akibat trakea dan bronkus yang hiperesponsif terhadap iritans. Alergi mempengaruhi keberadaan maupun tingkat keparahan asma, dan atopi atau predisposisi genetik untuk perkembangan respons IgE – mediated terhadap alergen udara yang umum merupakan faktor predisposisi terkuat untuk berkembangnya asma.
Iritans umum antara lain:
a. Pajanan alergen (pada orang yang tersensitisasi). Alergen yang umum antara lain:
1) Debu
2) Jamur
3) Bulu binatang
b. Infeksi virus
c. Iritans, antara lain:
1) Polusi udara
2) Asap
3) Parfum
4) Sabun deterjen
d. Jenis makanan tertentu (terutama zat yang ditambahkan dalam makanan).
e. Perubahan cepat suhu ruangan
f. Olahraga

3.Anatomi

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vetebra torakalis ke IV dan ke V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus ini berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampak pru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri; sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronkhus lobus atas, terdiri dari 6 – 8 cincin; cabang kedua timbul setelah cabng utama lewat di bawah arteri, disebut bronkhus lobus bawah. Bronkhus lobus tengah ke luar dari bronkhus lobus bawah.
Bronkhus kiri lebih panjang dan langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah terdiri dari 9 – 12 cincin.
Bronkhus bercabang-cabang yang paling kecil disebut bronkhiolus (bronkhioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru / gelembung bawah dan alveoli.
Bronkhus pulmonalis trake terbelah menjadi dua bronkhus utama; bronkhus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru bronkhus – bronkhus pulmonalis bercabang dan beranting lgi banyak sekali saluran yang besar mempertahankan struktur serupa dengan yang trakea, mempunyai dinding berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Bronkhus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronkhial, merupakan jalan udara utama.
Arteri bronkhialis, keluar dari aorta dan mengantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru, vena bronkhialis, mengembali sebagian darah dari paru-paru ke vena kava superior.
(Anatomi Fisiologi, Syaifuddin, 1997; hal 87)


4.Patofisiologi
Stimulus non Pengaktifan sel Stimulus immunologik
Immunologik; antigen
Infeksi virus, stimulus
Fisik dan kimia

Autonomonic sistem Sel mast, sel epitel
Persarafan reflex makrofag, eusinofil
Axon neuropeptida limposit

Mediator radang
Kontraksi otot-otot pernafasan
Kemotaksis

Respon granulosit
Netrofil
Eosinofil
Basofil
Aktifnya sel mononukleus
Makrofag
Limposit

Mediator radang

Edema bronkus
Infiltrat seluler
Fibrosis subepitel
Sekresi mukus meningkat
Permeabilitas vaskuler dan mukosal

Hiperresponsif jalan nafas

Asthma
(Carrol D. Berkewitz (1996). Pediatric Primay Care Approa Philadelphia: W.B Saunders Company)
4. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan frekuensi nafas
b. Mengi (semakin intensif seiring dengan perkembangan serangan)
c. Batuk (produktif)
d. Penggunaan otot-otot tambahan
e. Suara nafas terdengr dari jarak jauh
f. Keletihan
g. Kulit yang lembab
h. Ansietas dan ketakutan
i. Dispnea
(Muscari, Mary E, Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, Hal 232)

5. Komplikasi
• Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
• Chronic persistent bronkhitis
• Bronchiolatis
• Pneumoni
• Emphysema
(Pengkajian Keperawatan Pada Anak, Suriadi, Edisi I, Jakarta, 2001)

6. Pemeriksaan Diagnostik
• Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
• Foto rontgen
• Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidak volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
• Pemeriksaan alergi (radiollergosorbent test; RAST)
• Pulse oximetry
• Analisa gas darah

7.Penatalaksanaan Terapeutik
• Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker
• Terapi cairan parenteral
• Terapi pengobatan sesuai program
• Beta2 – agonist untuk mengurangi bronkospasme

 Albuterol (proventil, ventalin)
Dengan pemberian oksigen dosis oral 0,1 mg / kg setiap 8 jam, nebulizer 0,15 mg / kg per dosis dalam 2 ml normal salin; inhalasi 1 atau 2 isapan setiap 4 – 6 jam.

 Terbulatin
Dosis; usia 2 – 6 tahun; 0,15 mg / kg tiga hari sekali
6 – 14 tahun; 2 mg tiga kali sehari, 14 tahun dewasa 2 – 6 mg / kg dalam 3 kali sehari atau empat kali sehari.
Inhalasi; 1 dan 2 hisapan setiap 4 – 6 jam.
Nebulizer, 0,5 – 1,5 mg setiap 4 – 6 jam.

 Metaprotenal (alupen, metaprel)
Dosis 0,3 – 0,5 mg / kg per dosis setiap 6 – 8 jam; maksimum 20 mg per dosis.

 Bronkodilator
Dilatasi bronkus bronkiolus, mengurangi bronkospasme, dan meningkatkan bersihan jalan nafas.

 Theophylline ethylenedramine (Aminophylline)
Dosis; pada klien tanpa thophlline, dosis 6 mg / kg dan melalui intravena usia 6 – 9 bulan; 1,0 – 1,2 mg / kg / jam.
Usia 9 – 12 jam; 0,9 – 1,0 mg / kg / jam.
Usia 12 – 16 tahun: 0,6 – 0,7 mg / kg / jam.

8.Penatalaksanaan Keperawatan

• Kaji status pernapasan dengan cermat, evaluasi pola nafas dan pantau tanda-tanda vital.
• Beri obat-obatan sesuai indikasi.
• Tingkatkan oksigenasi yang adekuat dan pola nafas normal.
• Jelaskan kemungkinan penggunaan terapi hiposensitisasi.
• Bantu anak mengatasi harga diri rendah dengan menganjurkan anak mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya.
• Diskusikan kebutuhan dilakukannya uji fungsi paru periodik untuk mengevaluasi dan menentukan terapi serta memantau perjalanan penyakit.
• Beri penyuluhan pada anak dan keluarga.
• Rujuk keluarga ke lembaga-lembaga di komunitas yang tepat untuk mencari bantuan.



BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Aktifitas / istirahat
Gejala:
• Keletihan, kelelahan, malaise
• Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
• Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
• Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan

Tanda:
• Keletihan
• Gelisah
• Kelemahan umum / kehilangan massa otot

Sirkulasi
Gejala:
• Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda:
• Peningkatan TD
• Peningkatan frekuensi jantung / takikardia berat / disritmia
• Warna kulit / membran mukosa normal atau abu-abu / sianosis; kuku tabu dan sianosis perifer
• Pucat dapat menunjukkan anemia
Integritas ego
Gejala:
• Peningkatan faktor resiko
• Perubahan pola hidup

Tanda:
• Ansietas, ketakutan, peka rangsang

Makanan / cairan
Gejala:
• Mual / muntah
• Nafsu makan buruk / anoreksia
• Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernafasan

Tanda:
• Turgor kulit buruk
• Berkeringat
• Edema dependen
• Penurunan berat badan, penurunan massa otot

Hygiene
Gejala:
• Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan
• Melakukan aktifitas sehari-hari

Tanda:
• Kebersihan buruk, bau badan


Pernafasan
Gejala:
• Nafas pendek, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas, rasa dada tertekn, ketidakmampuan untuk bernafas

Tanda:
• Ronki, mengi sepanjang area paru dada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas
• Menggunakan otot bantu pernafasan mis: meninggikan bahu, melebarkan hidung
• Kesulitan bicara kalimat

Keamanan
Gejala:
• Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat / faktor lingkungan
• Adanya / berulangnya infeksi
• Kemerahan / berkeringat

Seksualitas
Gejala:
• Penurunan libido

Interaksi sosial
Gejala:
• Hubungan ketergantungan
• Kurang sistem pendukung
• Kegagalan dukungan dari / terhadap pasang / orang rerdekat
• Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda:
• Ketidakmampuan untuk membuat / mempertahankan suara karena distres pernafasan
• Keterbatasan, mobilitas fisik
• Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain

2. Diagnosa Keperawatan
DX 1
Resiko tinggi asfiksia berhubungan dengan interaksi antara individu dan alergen.

Hasil yang diharapkan:
• Keluarga melakukan setiap upaya untuk menghilangkan atau menghindari kemungkinan alergen atau kejadian pencetus.
• Anak / keluarga dapat mendeteksi tanda-tanda ancaman episode secara dini dan mengimplementasikan tindakan yang tepat.
• Anak / keluarga mampu memberikan obat dan menggunakan inhaler dan peralatan lain.
• Anak dan orang tua melakukan praktik kesehatan.

Intervensi keperawatan:
• Ajari anak dan keluarga bagaimana menghindari kondisi atau situasi yang mencetus episode asmatik.
• Ajari anak dan keluarga untuk mengenal tanda-tanda dan gejala awal.
• Ajari anak dan keluarga tentang penggunaan bronkodilator dan obat-obat anti inflamasi yang benar.
• Anjurkan praktik kesehatan

Rasionalisasi:
• Dengan melatih anak dan keluarga agr tidak terjadi alergen.
• Dengan mengajari anak dan keluarga untuk mengenali tanda-tanda dan gejala awal sehingga suatu ancaman episode dapat dikontrol sebelum menimbulkan distres.
• Meningkatkan pengetahuan anak dan keluarga.
• Untuk mendukung pertahanan tubuh.

DX 2
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan respons alergenik dan inflamasi pada percabangan bronkial.

Hasil yang diharapkan:
• Anak bernapas dengan mudah dan tanpa dispnea.
• Anak menunjukkan kapasitas ventilasi yang membaik.
• Anak melakukan aktivitas sesuai kemampuan dan minat.

Intervensi keperawatan:
• Instruksikan dan / atau awasi latihan pernapasan dan pernapasan terkontrol.
• Gunakan teknik bermain untuk latihan pernapasan pada anak kecil, mis: meniup gasing, atau bola-bola kapas di meja.
• Anjurkan aktivitas yang memerlukan penggunaan energi pendek mis: baseball.
• Dorong postur tubuh yang baik.
Rasionalisasi:
• Untuk meningkatkan pernapasan diafragmatik yang tepat, ekspansi sisi, dan perbaikan mobilitas dinding dada.
• Untuk memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan ekspirasi.
• Latihan ini ditoleransi dengan lebih baik dari pada latihan yang memerlukan latihan ketahanan.
• Untuk ekspansi paru maksimum.

DX 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Hasil yang diharapkan:
• Anak melakukan aktivitas yang tepat.
• Mempertahankan kemampuan aktivitas seoptimal mungkin.

Intervensi:
• Dorong aktivitas yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak.
• Beri kesempatan untuk tidur, istirahat, dan aktivitas tenang.
• Beri diet yang adekuat.

Rasional:
• Pasien dapat memilih dan merencanakan aktifitas sendiri.
• Membantu mengembalikan energi.
• Metabolisme membutuhkan energi.


DX 4
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit kronis.

Hasil yang diharapkan:
• Keluarga menghadapi gejala dan efek penyakit dan memberikan lingkungan yang normal untuk anak.

Intervensi:
• Kuatkan kebutuhan untuk berespon terhadap tanda awal dari ancaman episode asma dengan menggunakan obat yang ditentukan sesuai kebutuhan.
• Ajari anak dan keluarga tentang bagaimana memberikan tindakan pernapasan.

Rasionalisasi:
• Untuk menurunkan potensi eksaserbasi yang parah.
• Untuk menghilangkan adanya konfusi.

DX 5
Resiko tinggi asfiksia berhubungan dengan bronkuspasme, sekresi mukus, edema.

Hasil yang diharapkan:
• Anak bernapas dengan lebih mudah.
• Anak tidak asfiksia.
• Anak tidak menunjukkan toksisitas teofilin.


Intervensi:
• Berikan infus intravena
• Berikan bronkodilator aerosol dan nortikosteroid oral atau IV sesuai ketentuan.
• Pantau dengan cermat infus aminofilin IV atau teofilin oral.
• Sediakan alat dan obat kedaruratan.

Rasionalisasi:
• Untuk pemberian obat dan hidrasi.
• Untuk menghilangkan bronkospasme.
• Untuk keefektifan maksimum dan efek samping minimum.
• Untuk mencegah keterlambatan tindakan.




DAFTAR PUSTAKA


Doenges E. Marillyn.
Ilmu Kesehatan Anak 3, Fakultas Universitas Indonesia, 1985.
Muscari E. Mary, Keperawatan Pediatrik, Edisi 3.
Pengkajian keperawatan Pada Anak, Skp, Edisi I, Jakarta, 2001.
Wong I. Donal, Keperawatan Pediatrik, Edisi 4.
Wartonah, Tarwoto, Kebutuhan Dasar Manusia.
Syaifuddin, Anatomi Fisiologi, Edisi II, Jakarta, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar